Guru besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Mochtar menjadi salah satu orang yang vokal dalam menyerukan penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Dalam sebuah acara talkshow yang tayang di salah satu stasiun TV Nasional, dirinya mengkritik habis pemerintah mulai dari pengesahan undang-undang KPK hingga Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Bahkan Zainal Arifin Mochtar menyebut proses pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja dilakukan pemerintah dan DPR secara ugal-ugalan.
“Undang-undang ini dibuat ugal-ugalan substansinya banyak yang tidak sinkron, Walaupun memang ada yang baik barangkali.Terus terang pasti ada yang baik tapi dibuat secara tidak sinkron dan ini harus diselamatkan,” jelas Zainal Arifin Mochtar dikutip Gardaindonews.com Rabu 21 Oktober 2020 dalam acara ILC.
Oleh karena itu, Guru Besar Hukum Tata Negara UGM tersebut meminta Presiden untuk mengeluarkan Perpu, atau paling tidak dilakukan penundaan terhadap pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Saya bayangkan presiden harusnya mengeluarkan Perpu, harusnya mengeluarkan Perpu. Taruhlah Presiden takut betul sesuatu tidak bisa terjadi sehingga tidak bisa membatalkan setidak-tidaknya penundaan, tundalah 2 tahun, lalu selesaikan perbaiki substansinya revisi baik-baik minta aspirasi partisi publik semua yang wajib-wajib itu menjadi penting,” lanjutnya.
Zainal Arifin Mochtar menjelaskan bahwa sudah tidak relevan mendidik publik dengan jargon dan mistifikasi. Dirinya beralasan bahwa saat ini publik sudah cerdas.
“Kita nggak zamannya lagi ya mendidik publik itu dengan jargon dan mistifikasi. Pokoknya kami pasti berlaku yang terbaik, jangan khawatir kami nggak mungkin menyakiti rakyat. Nggak bisa seperti itu, semua orang makin cerdas, orang baca tuh. Orang tahu yang namanya permainan oligarki, orang tahu yang namanya undang-undang yang dibuat dengan konflik kepentingan,” jelasnya.
Selain itu, ahli Hukum Tata Negara UGM tersebut juga menjelaskan bahwa berdasarkan laporan beberapa NGO (non-Goverment Organization) ditemukan fakta bahwa sebagian Satgas pembentuk Omnibus Law terafiliasi dengan berbagai perusahaan.
“Laporan temen-temen ada JATAM, ada Origa dan lain-lain sebagainya. Sebagian Satgas pembentuk omnibus Law itu terafiliasi ke perusahaan-perusahaan tertentu. Orang baca dan orang faham, tidak bisa lagi dibilang sadarlah, nggak papa pokoknya kami akan berbuat baik, Yakinlah negara nggak bisa,” lanjutnya.
Diakhir Zainal Arifin Mochtar juga menyinggung Mahfud MD dengan sebuah prinsip Fiqih. Dirinya mengaku bahwa istilah ini didapatkannya dari Mahfud MD selaku seniornya di Universitas Gajah Mada.
“Ahli prinsip fiqihnya ini saya diajari Prof. Mahfud tuh, prinsip fiqihnya ‘al yaqinu la yuzalu bi Syak’ bagaimana bisa orang dihilangkan keraguannya, dipaksa meyakini kalau ada keraguan. Kalau ada keraguan mana mungkin orang bisa yakin. Yakin itu kalau keraguan tidak ada,” jelas Zainal Arifin Mochtar.