Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 hari ini, Kamis, 5 November 2020. Data-data yang mengonfirmasi apakah RI mengalami resesi ekonomi atau tidak akan dijabarkan.
Danareksa Research Institute memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada periode itu akan terkontraksi atau minus 2,48 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Sementara itu, secara kuartalan (qoq) tumbuh 6,15 persen.
Jika kuartal III minus, artinya pertumbuhan ekonomi telah negatif dalam dua kuartal secara berturut-turut. Pada kuartal II, ekonomi dalam negeri sudah minus 5,32 persen. Hal itu tandanya RI telah alami resesi.
Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Moekti Soejachmoen, mengatakan, perbaikan kontraksi ekonomi tersebut terjadi karena telah dilonggarkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Memberikan dampak positif dalam meningkatkan mobilitas, sehingga mendorong aktivitas ekonomi,” kata Moekti dikutip dari GDP Outlook November 2020 hari ini.
Terdorongnya aktivitas ekonomi tersebut, dikatakannya juga dipicu oleh implementasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang secara agresif dilakukan pemerintah. Terutama melalui program perlindungan sosial.
“Program perlindungan sosial itu mampu untuk mengurangi pengeluaran rumah tangga sekaligus mampu meningkatkan daya beli mereka untuk ekspansi,” tutur Moekti.
Membaiknya daya beli masyarakat itu, tergambar dari konsumsi rumah tangga yang mulai tumbuh. Kata dia, data penjualan ritel naik 0,85 persen pada kuartal III dibanding kuartal II. Meskipun, minus 9,64 persen dari kuartal III-2019.
“Penjualan mobil juga meningkat tajam pada kuartal III-2020, naik 362,15 persen dibanding kuartal sebelumnya. Tapi tetap minus 59,30 persen dibanding kuartal III-2019,” ucapnya.
Selain itu, dia melanjutkan, belanja pemerintah meningkat pesat pada kuartal III-2020. Investasi juga kondisinya membaik dengan pertumbuhan mencapai 14,88 persen dibanding kuartal II dan ekspor impor yang masih tumbuh.
“Ekonomi kuartal III kami perkirakan terkontraksi 2,48 persen yoy. Pemulihan ekonomi tergantung dari keyakinan masyarakat untuk beraktivitas kembali seperti masa sebelum COVID-19,” tegasnya.